Kamis, 10 November 2011

Surat buat Bunda


Ibu, apa kabarmu disana ?
Aku disini baik-baik saja ibu, hanya sedikit menangis, mengingatmu.
Ibu, hari ini aku kembali menerima wesel darimu.
Cukup banyak untuk seminggu hidupku disini. Tapi ibu, kemarin kau baru saja mengeluh tentang pembayaran kakak yang semakin membengkak dan hampir selalu mendadak.
Lantas hari ini, kulihat lagi wesel untukku. Kau mengirimiku lagi ibu ??
dan ketika kutanya darimana uang itu, kau selalu menjawab “sudahlah, yang terpenting kau bisa terus belajar disana”
Kupikir cinta itu semakin memudar jika saling berjauhan, tapi tak kudapatkan itu darimu bu.. Ternyata dalam hatimu cinta itu baku, tetap utuh, tak mengenal revolusioner.
Bahkan kau semakin memikirkanku ketika ku jauh.
Ibu, disini tak semua temanku menyukaiku. Mungkin ada beberapa diantara mereka yang bahkan membenci sifatku. Tapi aku tak peduli bu, kadang memang membuatku jatuh, tapi seketika aku bangkit dan berjalan ketika mengingatmu, mengingat jika kau pasti menyukai semua yang ada padaku Bu, aku yakin itu.
Ibu, kadang aku ingin memelukmu, tapi taukah kau ibu ?? diumurku yang sudah menginjak dewasa ini, rasanya sulit untuk memelukmu. Merasakan belaian tangan yang semakin menua itu.
Ibu, aku tau kau selalu membanggakanku dihadapan teman-temanmu bu, jadi mulai sekarang aku akan semakin membanggakanmu dihadapan teman-temanku juga. Karena aku ingin mereka tau betapa aku bahagia mempunyai seorang ibu yang terbaik diseluruh dunia.
Kemarin ketika aku pulang kerumah setelah seminggu tak pulang, kau memasakkan makanan kesukaanku bu, kau juga memasakkan makanan lainnya yang ku tau kau bersusah payah menyisihkan uang belanja demi hari itu. Tapi aku tak memakannya, hanya mencicipinya lantas berlalu. Aku tau kau kecewa, tapi tetap saja kau tersenyum. Maafkan aku ibu..
Ibu, aku tidak pintar. Beasiswa yang dulu pernah kujanjikan itu mungkin berat untuk kudapatkan, walaupun aku tau kau tidak terlalu berharap, namun aku yakin jika kau akan bangga jika aku mendapatkannya.
Tapi maaf bu, anakmu ini memang tak terlalu pintar untuk bersaing dengan mereka yang berIQ tinggi.
Ibu, aku tidak pandai menyanyi, menari atau hal lain yang bisa membanggakanmu dengan berbagai penghargaan.
Bahkan aku hampir tak tau harus bagaimana aku membanggakanmu Bu..
Hanya karena aku belum bisa membanggakanmu, tak berarti aku harus menjadi alasan air mata dipipimu.
Tak ku tahu sampai mana pengorbananmu disana Bu, aku tak pernah tau dan kau tak pernah mau memberitauku. Kenapa Bu ?
Kau hanya selalu menyuruhku untuk belajar,  
Kau tau bu ? aku sudah belajar Bu.
 Belajar menyelami pandanganmu yang semakin sayu ketika aku pulang kerumah dua minggu sekali.
Belajar menyikapi hidup lebih dewasa untuk memahami bagaimana kau selalu membuat hidupku semakin hidup.
Belajar tidak melupakanmu dalam setiap langkahku disini.
Belajar tidak menangis setiap malamnya ketika mengingatmu.
Belajar menjadi sesuatu untukmu Bu..
Ya, aku ingin menjadi sesuatu.
Bukan untukku,
Bukan untuk cita-citaku,
Tapi untukmu. Itu saja.
Karena aku ingin memerdekakanmu dengan tangis kebahagiaan nanti Bu.
Karena aku ingin melihatmu bersujud demi bersyukur atas keberhasilanku Bu.
Karena aku mencintaimu Bu,
Lebih dari yang kau tau.
Terimakasih bu , cinta darimu sungguh tak bersyarat.
Dari anakmu yang belum bisa membanggakanmu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar