Kamis, 10 November 2011

cerpen : THE REASON part 3




“Na, tadi Raka nyariin kamu lhoo..” ucap Amel sambil menepuk bahuku.
Ia beringsut duduk disampingku.
Aku pura-pura tak mendengar kalimat itu. Melanjutkan kegiatanku, mempermainkan tuts-tuts games handphone-ku. Padahal, mendengar Amel menyebut nama Raka, membuat permainanku game over.
        “Ditungguin di depan tuh.. diajak pulang bareng” katanya lagi.
        “aku kan pulang sama kamu , bukannya tadi kamu yang nawarin..” kataku protes. Kumasukkan handphoneku dalam tas.
        “enggak ada yang nawarin kok…”
Aku menatap Amel , melihatnya memasukkan bubblegum kedalam mulutnya. Baru saja aku akan memarahinya , ia sudah berteriak ‘hai’ dan  melambai pada seseorang . ku ikuti arahnya .
Dion berjalan mendekat , tersenyum ramah kearahku dan Amel . sudah sekitar seminggu ini mereka mulai dekat .
        “pulang yuuk” Amel menggandeng tangan Dion manja .
        “lhoh , katanya sama Ren- aww” Amel menyikut pinggang Dion , kulihat dia memberi kode ‘diam’ kepada Dion . lalu mengedip kearahnya.
        “aku balik dulu Na.. daaagh” katanya sambil berlalu.
Aku mendengus pasrah. Hari ini tidak ada yang menjemputku , Papa keluar kota –tentu saja . Mama dan supirku kerumah sakit membantu kak Revan pulang ke rumah .
Semua sudah pulang , dan kurasa sebentar lagi akan hujan .
Ooo baiklah , ini hari sialku !!
Tiba-tiba Raka sudah berdiri dihadapanku , aku mendongak kearahnya.
        “hey , ditungguin didepan juga.. kok masih disini ? nggak tau orang nunggu lama yaa…” sembur Raka.
Aku hanya melihatnya , tak berniat mendebatnya .
Lalu dia menarik tanganku.
        “mau ngapain ?” tanyaku galak sambil mencoba melepaskan pegangannya yang kuat.
ia diam , aku sudah tak mencoba melawan lagi . kubiarkan dia menuntunku.
Menghampiri motornya yang berada disamping gerbang.
Memberiku kode untuk naik , aku mengikutinya saja .
Entah kenapa kali ini aku tak menentangnya.
Disinilah aku sekarang , diatas motor ninja yang suaranya sember itu bersama orang yang belakangan ini membuatku marah , Raka .
Motornya melaju dengan kencang , aku tak berniat untuk menanyakan kemana kita pergi . satu hal yang kutau pasti , bahwa ini bukan jalan menuju rumahku .
Lalu laju motornya melambat , dan terhenti dipekarangan rumah sakit.
Apa ? rumah sakit ? kenapa dia membawaku kesini ?
Aku memandangnya meminta penjelasan .
        “ada yang pengen ketemu sama kamu..” katanya datar.
Aku masih terpaku . dia menarik tanganku , lagi. Namun kali ini dapat kurasakan tangannya dingin.
Apa maksudnya ini ?
Rumah sakit , seseorang yang ingin bertemu denganku , dan Raka ?
Aku masih mengikutinya , melewati kamar kak Revan yang kini kosong.
Terus masuk kedalam , ke sebuah paviliun .
Kulihat seorang wanita cantik , dengan selembar kertas ditangannya menangis didepan kamar.
Wanita itu.. Tante Mona,Mamanya Niko.
        “ta..tante?” panggilku lirih. Ia menoleh , tersenyum kepadaku , senyum yang dipaksakan.
        “Gimana , tante ?” tanya Raka pada tante Mona. Ia menggeleng pelan. Raka mendesah putus asa.
Tunggu , apa ini ?
Raka mengenal tante Mona ?
Seseorang , jelaskan ini padaku.
        “Raka , aku…”
Tiba-tiba ia memelukku . Aku semakin tak mengerti apa yang terjadi.
Ketika ia melepaskan pelukannya , matanya memerah. Membingkai wajahku dengan kedua tangannya .
        “kamu…harus tau satu hal.” Kemudian ia menuntunku dengan lembut kedepan pintu kamar , memberiku tanda untuk membukanya. Perlahan kubuka pintu itu.
Darahku terasa berdesir , urat-urat disekujur tubuhku terasa mengejang , tiba-tiba aku merasakan hawa dingin di punggungku. 
Ada rasa tak percaya saat melihat sosoknya. Bahkan, kuanggap itu halusinasi. Tapi, saat dia mencoba tersenyum dan menyapaku, aku semakin yakin, dia adalah Niko.
Aku masih terpaku dipintu ketika Raka kembali menuntunku untuk mendekati Niko.
Kini pandanganku terarah pada selang infus yang menjulur dari tangan kirinya. Dan tabung-tabung oksigen besar disamping tempat tidurnya.
Aku menggeleng pelan , airmataku menetes begitu saja .
        “Raka , jangan biarkan dia menangisiku lagi” ucapnya lirih sambil melirik lemah kearah Raka . Raka memegangi bahuku.
Aku berhambur memeluk sosok lemah itu.
Kuakui, di antara benci yang selalu membuatku menangis, ada sisa cinta yang tak bisa kubersihkan di hatiku.
Aku menangis sejadi-jadinya diatas dadanya .
Ia membelai rambutku pelan.
        “kamu kenapa ?” tanyaku diantara tangis.
Ia terbatuk . kulepaskan pelukanku .
Niko tersenyum sedih, tangannya menggenggam tanganku. Bisa kurasakan genggamannya tak sekuat dulu.
Ia menggeleng lemah.
        “kamu nggak boleh nangis sayang.. aku gak ingin lihat kamu nangis kalo aku nggak ada” katanya pelan , hampir tak bisa kudengar.
Pandangannya beralih ke Raka.
        “kenapa kamu bawa Rena kesini ? aku kan sudah bilang…”
Raka mendekat , “dia harus tau tentang ini , Ko..”
Aku menatap keduanya bingung.
        “Niko sepupuku “ jelasnya sambil menunduk.
        “dan dia…” belum sempat dia menyelesaikan perkataanya , aku menariknya menjauhi Niko.
        “apa-apa’an ini?” aku benar-benar tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
        “Niko sepupuku , semenjak SMP aku pindah ke Denmark. Waktu aku balik buat liburan , dia cerita banyak ke aku…” ia menarik nafas sesaat. “dia cerita soal kamu…semuanya. Aku kaget waktu dia nyuruh aku buat dapetin kamu..”
        “jadi ? ternyata…”
        “dengerin aku dulu..”potong Raka. “aku masuk sekolah kamu selama aku liburan , awalnya buat ngisi waktu dan nrima tantangan Niko..”
Aku tersenyum sinis , jadi selama ini hanya taruhan?
        “lalu..”lanjutnya.”sampai aku tau kamu kayak apa dan ternyata…ehm..aku beneran..suka”
Aku tersentak .
        “dan…”
        “dan aku nyuruh Raka buat jagain kamu..” sambung Niko lemah.
Aku menoleh kearah Niko. Memandangnya tak percaya.
        “tapi kenapa ?” tanyaku. Saat menatap Niko , kembali hatiku teriris getir.
        “kamu masih belum mengerti?” tanyanya sambil tersenyum.
Aku menggeleng.
        “aku bukan meninggalkanmu karena penghianatan , bukan karena orang ketiga atau..apapun itu..”
Niko kembali terbatuk , aku segera mendekat dan menggenggam tangannya.
        “tapi karena.. karena penyakit sialan ini” suaranya parau.
        “kanker paru-paru..” susah payah Niko mencoba untuk tersenyum.
        “ka…kanker paru-paru?” ulangku.suaraku mendecit.
Ia mengangguk.
Oh , aku hampir tak menyadari bahwa sedari tadi topi rajutan berwarna biru laut bertengger dikepalanya . yang kini kuyakini bahwa sudah tak ada sehelai rambutpun disana.
Aku terpana dalam dudukku , “enggak mungkin’”aku berkata pelan.
Kurasakan tangan Raka kembali memegangi bahuku.
Untuk beberapa saat aku belum bergeming , ingin kupastikan bahwa ini adalah lelucon yang nanti tiba-tiba ada seseorang dengan kue tart keluar dari sebuah pintu sambil berkata ‘surprise’ . tapi sedetik kemudian aku sadar bahwa ini adalah kenyataan. Dan aku tau aku tidak sedang berulang tahun.
        “sekarang..udah ada Raka..” Niko tersenyum memandang Raka.
        “jangan  berantem yaa…” katanya lagi.
Tangisku meledak sambil mendekap erat tubuh Niko yang melemah. Bahkan kini aku bisa merasakan ia semakin kurus.
        “boleh aku minta sesuatu?” tanya Niko setelah kau cukup tenang.
Aku dan Raka mengangguk. Ia menatapku dan Raka bergantian.
        “aku pengen mawar putih Na..” Niko tersenyum lemah sambil menggenggam lembut tanganku.
        “biar aku beli’in yaa’ kataku sambil menyambar tas di sofa .
        “Ka , temenin Rena yaa..” kata Niko. Raka mengikutiku .
Sebelum pergi , kukecup kening Niko . ia tersenyum sambil melirik kearah Raka. “Jaga dia..” katanya. Raka mengangguk pasti.

___________


Langit biru memayungi orang-orang di tanah pekuburan yang masih basah itu..

Disinilah aku , diatas pusara yang ditutupi bunga-bunga.
Didalamnya , terbaring jasad Niko yang sangat kucintai .
Mataku masih sembab.
        “Niko” bisikku lirih. Setangkai mawar putih ada di genggamanku.
Otakku kembali memutar pada saat itu , saat aku dan Raka , dengan setangkai mawar putih ditangan , berlari menuju kamar Niko setelah Tante Mona mengabarkan bahwa Niko sekarat.
Terlambat , kain putih sudah menutupi tubuhnya saat itu.
Aku menghambur dan memelukknya . aku hanya sebentar meninggalkannya , tapi dia malah pergi , bahkan tak akan kembali.
Raka memelukku , kembali aku menangis dalam pelukannya .
Entahlah , tapi selalu ada perasaan aneh ketika ia memelukku . bebanku menguap , sedikit .
Ia menenangkanku , mencoba membesarkan hatiku saat itu.

Satu persatu orang-orang meninggalkan tempat ini. Hingga hanya aku dan Raka yang tersisa.
        “Na..” panggilnya sambil menepuk bahuku.
        “aku tidak menangis , seperti yang dia bilang.. aku tak akan menangis , Raka..” kataku sambil menghadapnya , mencoba tersenyum walaupun sulit. Ia mengangguk mengerti.
        “Ayo pulang…” ia menggandeng tanganku. Menuju kearah mobilnya.
        “Dia pergi.. trus aku gimana..” kataku lirih setelah masuk ke mobil.
        “Na..” panggil Raka hati-hati. “masih ada aku…”
Dadaku berdegup. Saat seperti ini bagaikan ironi.
        “aku sayang sama kamu..”
Perlahan aku menolehkan kepalaku. Memandang Raka tanpa kedip , mataku berkaca-kaca.
        “tapi kamu harus ke Denmark kan..” tanyaku lirih.
        “aku bisa tetap disini kalo kamu mau, aku…” tukasnya cepat. Aku menggeleng. Menghentikan Raka untuk terus berbicara.
        “enggak..” ujarku getir.“kamu nggak harus disini..”
        “Aku harus..karena aku pengen ngejaga kamu , seperti kata Niko. Dia yang..”
Aku menggeleng lagi, “enggak Ka, kamu punya kehidupan disana. Keluarga , sekolah..semuanya”
Kutarik nafas panjang sebelum melanjutkan , “kamu nggak bisa ninggalin itu semua… Niko juga pasti bakal ngerti kok..”
Aku mengepalkan tanganku , berusaha agar kuat dan tidak menangis.
Lalu kubingkai wajahnya dengan tanganku .
        “Rena , aku tuh..”
        “denger Ka “ aku tak membiarkan dia berbicara,”kalau emang takdir , pasti Tuhan akan mempertemukan kita..dengan caranya”
Tersenyum , mencoba meyakinkannya. Beberapa detik kemudian , dia mengangguk.
        “tetep hubungi aku yaa kalo nanti disana..” kataku.
        “pasti” ia tersenyum , mengecup pelan keningku.

And the reason is you…

__________

Sudah dua tahun sejak kepergian Niko , dan Raka .
Kini , aku kuliah disalah satu perguruan tinggi ternama . kutemukan sahabat-sahabatku disini.
Perlahan , aku mulai menata hidupku lagi . tidak mencoba untuk melupakan Niko , hanya menyimpannya sebagai kenangan .
Dan sampai saat ini , aku belum ingin mencari penggantinya.
Kupikir , ada satu tempat dimana aku akan memberikannya pada seseorang.
Ngomong-ngomong , sudah setahun lebih Raka tidak menghubungiku. Padahal dulu dia selalu saja mengirimiku pesan , atau menelefonku.
Kemana dia ?
        “Rena , ayoo bangun..” suara kak Revan mengagetkanku. Beberapa kali pintu kamarku diketuk.
        “iyaa.. “ jawabku malas.
Kak Revan masuk kedalam kamarku. Mengacak-acak rambutku.
        “temen-temenmu udah nunggu dibawah tuh “ katanya sambil mengambil majalah diatas meja belajarku.
Aku tersentak . lupa kalau hari ini kami akan berlibur ke villa salah satu temanku. Aku melompat dari tempat tidur , dan menuju kamar mandi.
Kulihat kak Revan keluar kamar.
Setelah selesai , mengambil baju yang sudah kusiapkan kemarin.
Melirik sekilas kearah cermin , cantik !!
Menyambar koper , untung kemarin aku telah mempersiapkan semuanya.

Villa milik Emili ternyata sangat indah dengan gaya Da Vinci. Perabot tertata rapi . kurasa aku akan betah disini..
        “Emil… aku keliling dulu yaa” teriakku dari lantai bawah ,
        “iyaaa… hati-hati..” katanya , juga berteriak , dari kamarnya dilantai atas.
Kuhirup udara yang begitu segar.
Saat itu kulihat jalan setapak , ku ikuti saja jalan itu. Setelah berjalan cukup jauh, aku bisa melihat danau .
Kusibakkan ilalang , agar aku bisa lebih melihat keindahan danau itu.
Pada sibakan terakhir , mataku menangkap sosok yang duduk ditepi danau. Sendiri.
Aku melangkah mundur , memastikan bahwa itu seorang manusia atau…
        “uhukk..uhukk”
Sosok itu terbatuk-batuk.
Kembali aku melangkah kedepan setelah tau bahwa itu memang manusia. Dan kupikir aneh jika disiang bolong begini ada hantu.
Aku melangkah dengan hati-hati , takut jika suara langkahku akan mengusik orang itu.
Mencoba mendekati , namun sosok itu berbalik dan.. ya ampun , itu kan..
        ‘Raka!!’ teriakku spontan.
Raka menoleh . mencari asal suara .
Aku keluar dari ilalang yang tadinya menutupiku.
        “Ren..Rena” katanya . aku bisa menangkap nada terkejut darinya.
Sejenak aku menatapnya tak percaya.
        “kenapa kau ada disini..?”  tanyanya.
        “oohh jadi Denmark tuh disini yaa…” sindirku. Tanpa menjawab pertanyaan Raka.
        “waaahh , berarti aku sekarang di Denmark dong..” cibirku sambil mendekatinya.
        “aku…aku sudah pulang”
        “dan tak pernah mengabariku” tukasku kesal.
Raka mendesah putus asa. Memang sudah seharusnya dia menerima kemarahanku.
Mataku tertuju pada tempatnya duduk . kursi roda.
        “kamu…”
        “iyaa.. “ jawabnya. Seperti tau apa yang akan kutanyakan.
        “kecelakaan , aku kecelakaan waktu di Denmark. Dan..kamu tahu sendiri kan. Aku lumpuh..” katanya tegas.
Aku tergelak . tak sadar mundur selangkah.
        “aku memutuskan buat pulang ke indonesia , dan kamu pikir apa aku punya cukup keberanian buat bilang sama semua orang ‘hai , aku pulang dan aku lumpuh’ ??” tanyanya menggantung. “tidak Rena , TIDAK.” ia menjambaki rambutnya . tak pernah aku lihat ia seperti ini.
        “heh curut , dari dulu tetep bego aja yaa…” kataku.
        “IYA , AKU BEGO . makanya aku disini . aku gak mau orang lain ngelihat aku yang kayak gini. Mereka..bakal kasihan sama aku“ Katanya keras sambil membalikkan badannya .
Aku mendekatinya , berlutut dihadapannya yang sekarang hanya bisa duduk.
        “lupa ya ? kan aku sudah bilang kalau Tuhan akan mempertemukan kita , yaa kalau memang ditakdirkan” aku tersenyum.
        “dan sekarang , inilah takdir kita..” lanjutku. Kugenggam tangannya. Ia masih tetap tampan seperti dulu , hanya rambutnya yang semakin panjang saja .
        “kau kasihan padaku Rena”  bibir Raka bergetar ragu.
Aku menggeleng. “tidak , aku menyayangimu.. bahkan aku menunggumu selama ini..” kataku.
ia tersenyum.
Aku berdiri , sedikit membungkuk. lalu memeluknya dari belakang ,
        “kamu tau ? Tuhan selalu mempertemukan kita dengan seseorang tanpa diduga, dengan caranya yang indah..” bisikku.

THE END

Maap , maap .
Ngga nyambung yaa endingnya ?
Gatau kenapa kok kepikiran endingnya gini .
Pengen yang unusuall gitu deeh.
Tp jadinya malah rada gak nyambung *nyadar*
Tinggalkan jejak bagi yang udah baca :P

Tidak ada komentar:

Posting Komentar