Entahlah,
saat ini rasanya hanya ingin menulis, tanpa alasan yang jelas mengapa. Mungkin
aku sedang merindukan saat itu, lagi. Seperti kemarin.
Untukmu,
Untuknya, Untuk IPS Satu, dariku.
Sebelumnya
bahkan aku tak pernah sedikitpun memikirkan akan merindukan hidup dengan
keteraturan dan undang-undang dari sekolah yang mengikat kita setiap saat itu.
Yang kadang aturan itu kita langgar, sedetik kemudian ada rasa bangga yang
perlahan menguap karena telah melanggar aturan itu.
Aku
sedikitpun tak pernah membayangkan akan berharap pada semesta untuk memutar
balik sedikit haluannya agar aku bisa kembali merasakan sedikit atmosfer masa
itu, bahkan walau hanya sebentar saja. Asalkan ada kamu, dia dan mereka.
Atau
membayangkan pada suatu waktu, seperti saat ini, menangis sendirian ketika
melihat foto-foto yang menggambarkan kegembiraan kita dulu.
Lalu apa selanjutnya? Semua hal itu
seperti kertas krep yang setelah sebuah perayaan meriah, ia akan berdebu,
merana, lalu berjelaga.
Tapi semua masih dan pasti akan terus terekam dalam memoriku.
Aku
merindukan saat harus panas-panasan tiap hari senin pagi. Dan selalu saja ada
salah satu korban yang harus berdiri didepan sepanjang upacara karena atribut
tidak lengkap. Entah tidak ada topi, dasi atau ikat pinggang hitam. Dan kalau
aku lagi lupa bawa topi, maka UKS jadi tempat yang tempat untuk sementara waktu
menyembunyikan diri bersama Wenny, berbekal hidung yan digosok-gosok agar
kelihatan merah.
Aku
merindukan saat dihukum kakak kelas ketika MOS demi alasan kedisiplinan karena
telat datang ketika hari pertama masuk sekolah.
Aku
merindukan saat melewati kantin pojok dan menatap iri para senior yang ada
disana, kantin itu, menjadi wilayah senior walaupun tak pernah ada aturan
tertulis. Tapi sepertinya itu sudah membudaya. Sedangkan kami, para junior,
mendapat jatah warung belakang Lab Biologi.
Aku
merindukan dibentak oleh senior (cewek) hanya karena aku memakai pin pemberian
seniorku yang saat itu menjabat sebagai ketua OSIS (sekaligus pacarku).
Aku
merindukan saat melarikan diri dari kelas bahasa Indonesia tanpa memperdulikan
Bu Duriyatin yang ada di meja guru, kami tetap berlari keluar kelas lalu
semenit kemudian kami sudah duduk di kantin dengan khidmatnya. Satu-satunya
alasan kami melakukan hal itu adalah tuntutan perut yang harus segera dipenuhi.
Aku
merindukan saat kutemukan beberapa manusia yang memiliki kadar idealisme sama
denganku, berkumpul, dan akhirnya menjadi satu. Mereka ini, yang selalu
menjunjung tinggi apa yang disebut persahabatan, senioritas dan kebersamaan.
Aku
merindukan saat berdiri di tengah pintu kelas bersama Alfin dan Brienna ketika
jam istirahat memperhatikan para junior yang berjalan seolah ada koin mereka
yang terjatuh, sambil terkadang melempar senyum palsu dan mengangguk kearah
kami, sekedar menghormati atau unsur cari muka.
Aku
merindukan saat menjadikan kantin pojok sebagai tempat angkringan dan berlagak
sok berkuasa pada adik kelas dengan embel-embel ‘senior’ bersama Alfin, Riko,
Brienna, Donna dan Erna. Adakalanya Alfin dan Riko menyeret adik kelas yang
kami anggap ‘sok’, ke toilet depan kelas PKN dan menawari mereka untuk
memberikan sedikit uang sakunya. Entahlah ini vandalisme atau anarkisme.
Aku
merindukan saat dilayani oleh para junior bermuka dua, junior tahun pertama yang
mendapat gelar kacung, mereka ini, terkadang tanpa perintah mengambilkan
makanan-makanan kami. Atau senyuman palsu dari para raja, yaitu para junior
tahun kedua. Sudah mulai berani membantah ketika tahun kedua, tapi tetap
menghormati kami, para dewa.
Aku
merindukan saat harus berlari-lari dari parkiran menuju kelas Geografi setiap
selasa, karena Pak Guru yang memang sangat disiplin dan aku yang kurang
disiplin. Bagaimana beliau berkata “Kamu ini, langganan kok langganan telat”.
Kalau beruntung, maka beliau akan langsung mempersilahkan duduk. Tapi kalau
tidak...
|
Aku dan deviana dikelas geografi setelah ketahuan telat masuk. finally, dihukum presentasi. |
|
Aku
merindukan saat mengecat dinding kelas dengan warna hijau tosca dan menghiasnya
ketika menjelang perayaan dies natalis sekolah. Mengecat sampai larut malam. Membuat mading 3D sebagai salah satu lomba antarkelas, memeras otak sampai berhari-hari untuk membuatnya.
Dan ditutup dengan makan bersama dikelas yang disponsori oleh Bakri.
Aku merindukan saat membuat janji kelingking untuk selalu bersama. memakai gelang persahabatan dari
Hanggar dan
Deviana. atau ketika menuliskan avatar dari setiap anggota.
Aku
merindukan saat Pak Rudy (guru Penjas) menghukum untuk berlari mengelilingi
lapangan basket 7kali karena ketahuan akan membolos. Endingnya, kami bertujuh
terkapar di saat yang lain olahraga.
Aku
merindukan saat beradu argumen dengan Riko mengenai filosofi persahabatan dalam
hal per-absensi-an. Ia memintaku untuk tidak mencoret daftar hadirnya ketika ia
tidak masuk, dan aku bersikukuh untuk mencoretnya. Bagaimanapun, aku tetap
menjalankan tugasku dengan baik sebagai absensi selama 2tahun setelah anak-anak
menobatkanku secara sepihak.
Aku
merindukan saat hiking, travelling,
bersama sahabat-sahabatku.
Aku
merindukan saat harus tidur dengan buku yang masih ditangan karena semalaman
belajar untuk ulangan Sejarah atau Geografi.
Aku
merindukan saat berlari ke fotocopy depan sekolahan sambil membawa buku bahasa
jepang, dan mengopynya dengan memperkecilnya untuk persiapan ulangan nanti.
Aku telah
merasakan menjadi 3 kasta itu. Menjadi kacung, raja dan dewa. Tak ada penyesalan,
karena memang semua memberikanku banyak pembelajaran. Tentang menghormati,
tentang kewibawaan, tentang kebersamaan dan tentang suatu hal mulia yang
dinamakan persahabatan.
Untuk Bu
Duriyatin, maaf kalau setahun itu kami menjengkelkan. Bahkan kami masih berani
kabur ketika ibu melihat kami berleha-leha dihalaman tengah sambil memakan
beberapa snack ketika kelas ibu berlangsung, lagi-lagi kami kabur.
Pak Edy
Sugito, terimakasih untuk memberikan kepercayaan itu pada saya dan membimbing
saya selama 3tahun itu. Tak pernah ada yang melebihi perhatian dan kepercayaan
pak Edy.
|
Deviana, Pak Edy, Aku. |
Bu Heny,
maaf untuk keusilan kami saat tahun kedua itu. Saya rindu sekali petuah-petuah
ibu yang terkadang berhasil mengubah kami untuk lebih baik. saya juga rindu
senyum tulus ibu kepada kami setiap Rabu dan Jumat pagi.
Pak Bambang,
saya sangat merindukan sesi debat yang selalu membuat seisi kelas gaduh itu
lho. Kami selalu bersemangat ketika bapak mengajar, karena kami juga melihat
semangat dan keikhlasan itu pada bapak setiap kali mengajar kami.
Bu Unik,
saya juga mau minta maaf karena sering melalaikan tugas Ibu, tidak mendengarkan
ibu ketika diterangkan, dan maaf juga atas daya pikir saya yang selalu LOW
ketika di kelas ibu (Eko-Akun).
|
aku, Deviana, Bu Unik, Hanggar. |
Pak Panggih,
kami tau, menjadi wali kelas IPS 1 bukan hal yang mudah. Tapi bapak selalu
berusaha memberi yang terbaik bagi kami. Dapat saya lihat karena setiap pulang
sekolah menjelang UN, bapak selalu meminta saya untuk memberi bantuan pada
rekan saya yang bapak ragukan.
|
with Pak Panggih. walikelas saat kelas XII. |
|
Pak Yitno,
terimakasih juga untuk kepercayaan sebagaimana yang pak edy berikan kepada
saya. Terimakasih untuk lagu-lagu mellow itu dan terimakasih untuk jam-jam
kosong yang membuat kami bebas itu. J
|
aku, pak Yitno (english teacher), Deviana. |
Pak
Konichiwa, maaf untuk kejahilan kami yang mungkin sampai sekarang tidak bapak
ketahui. Tentang bagaimana kami menyembunyikan spidol-spidol itu sebelum bapak
memasuki kelas, bagaimana kami dengan usilnya berkali-kali bertanya tentang hal
yang sama yang padahal sudah kami ketahui, bagaimana tangan-tangan terampil
kami membuka lembaran salinan Hiragana-Katakana ketika ulangan harian, atau
bagaimana Riko selalu membuat bapak marah dengan tingkah ambigunya.
|
Hanggar, Sensei Konichiwa, Deviana. |
Dan untuk
bapak-ibu Guru yang lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu namanya
disini. Begitu banyak kata maaf dan terimakasih yang kami ucapkan untuk
berbagai hal. Atau mungkin untuk satu hal, yaitu ‘segalanya’.
Maaf untuk
segalanya,
Dan
terimakasih untuk segalanya.
Untuk IPS
Satu, sekarang aku tak banyak tau dimana dan bagaimana kalian, tapi aku tetap
dan akan terus percaya bahwa dalam hati kalian masing-masing, memori selama 2
tahun ini akan terus ada. Bagiku, kalianlah alasan dari apa yang kusebut “Masa
terindahku adalah masa SMA”.
terlalu jujur...
BalasHapustapi yo gpp deh, kan wis lulus...wkwkwk
hampir nangis gue bacanya :D <<< tapi kok emotikonnya ketawa
kalo gak gini, gabakal ngena sama apa yg dinamain kenakalan masa SMA :p
Hapusharus sesuai judul dong. dan bakalan lebih banyak pro-kontra utk postingan ini.
ada beberapa anarkisme disana, sebenernya :D
paling-paling kelasku dulu seneng ngerjain pak Bambang-sensei... jam dinding sering diputer, biar cepet pulang.. dasar, padahal ak kan yo butuh belajar!!
HapusNgerjain jangan yang nanggung, Mbeell..
Hapussekalian aja pas kelas bahasa Inggris speakernya dirusakin.
atau nyembunyiin sepedanya sensei?
boleh juga tuh kalo rak sepatu depan lab komputer sekali-kali dipindah ke samping warung mbak puk kalo anak-anak lagi didalem :p
hahaha anarkis :D
wah sorry yaa, saya bukan tipe orang seperti itu...wkwkwk
Hapussebenernya ngerjain pak Bambang-sensei itu saya gak setuju bangett... mungkin sih mereka gak butuh belajar bahasa Jepang, tapi akk butuh bangettt...wkwkwkwkwkkwkwkwkwkkkkk
pak Sensei kan guru terbaikku... prok prok prok prok...